Jumat, 16 Agustus 2013

Radiologi Sistem Urogenitalia


   Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dilakukan anamnesis yang cermat untuk memperoleh sebanyak mungkin informasi dari keluhan dan gejala yang diderita. Setelah itu harus dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengcrosscheckan antara gejala yang dikeluhkan dengan tanda yang ditemukan. Setelah itu bila perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menunjang penegakan diagnosis penyakit yang diderita. Radiologi merupakan salah satu sarana untuk menunjang penegakan diagnosis suatu penyakit. Radiologi dapat berperan untuk memberikan gambaran pada organ dalam pasien tanpa untuk dinilai apakah sedang mengalami suatu kelainan (keadaan patologis) atau tidak

  Di dalam system urogenitalia terdapat cukup banyak peran Radiologi untuk menegakkan kasus di dalamnya. Adapun macam pemeriksaan Radiologi yang biasa dilakukan pada pasien dengan kasus urologi antara lain :
1.      Foto Polos Abdomen (FPA)



Pemeriksaan Foto Polos Abdomen (FPA) pada kasus urogenitalia bertujuan untuk melihat adanya batu radioopaq yang akan terlihat putih karena densitas batu lebih tinggi daripada jaringan di sekitarnya. Gambaran adanya batu radioopaq ini menunjukkan adanya batu kalsium oksalat atau batu kalsium fosfat. Sedangkan batu urat jika dilakukan FPA akan Nampak sebagai batu radioluscent. Untuk melakukan FPA perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu, yakni pasien dipuasakan minimal 8 jam untuk mengosongkan isi perut (diberi pencahar bila perlu) sehingga faeces yang ada di dalam usus tidak menjadi pengganggu dalam imaging. Foto dilakukan saat pasien ekspirasi sehingga posisi ginjal sejajar dengan film.



Yang dapat dinilai dari hasil FPA adalah Ginjal. Ginjal kita nilai bentuk, letak, ukuran dan posisi. Normalnya ginjal berbentuk seperti kacang permukaannya licin dan terletak di bagian lumbal setinggi VL 2. Selain itu juga bisa dilihat apakah terdapat gambaran batu radioopaq baik pada ginjal, ureter maupun Vesica Urinaria (VU). Adapun gambaran batu besar yang terdapat dalam PCS dan berbentuk seperti tanduk rusa yang disebut staghorn. Selain itu juga dapat dinilai adakah kelainan congenital (aplasia ginjal, Ginjal ektopik, Horshoe Kidney, Agenesis Ginjal) ataupun tumor/ massa pada organ urologi. (Ginjal polikistik, ginjal multikistik)




2.       Intra Venous Pielografi (IVP) / Ureterografi Intra Vena
Pemeriksaan IVP atau UIV membutuhkan persiapan yang sama seperti pada pemeriksaan FPA. Pemeriksaan IVP sejatinya hampir sama dengan pemeriksaan FPA, namun yang membedakan adalah pemeriksaan IVP dilakukan menggunakan kontras berupa Iodine dan dilakukan foto secara berulang kali pada menit ke 5, 15, 30 atau 45 dan post miksi. Pemberian kontras  dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Adapun dosis kontras  yang diberikan adalah 1 cc/kgBB pada pasien dengan kadar Kreatinin <1,6mg% dan 2 cc/ kgBB pada pasien dengan kadar kreatinin 1,6-3mg%. Pada pasien dengan kadar kreatinin diatas 3mg% tidak boleh dilakukan IVP  sehingga perlu dipilihkan sarana penunjang radiologis yang lain yakni USG dan FPA,Oleh karena itu, IVP lebih peka dan perlu persiapan yang lebih daripada FPA. Pemeriksaan IVP ini bertujuan untuk melihat fungsi ekskresi (ginjal), melihat anatomi tractus urogenitalia, dan mencari adakah kelainan pada trctus urogenitalia.

IVP dilakukan atas indikasi : infeksi tractus urogenitalia, tumor tractus urogenitalia, trauma pada daerah abdomen (lumbal dan suprapubis), batu pada tractus urogenitalia, serta mencari kausa kolik abdomen. Adapun kontraindikasi Absolut IVP yakni pada pasien Alergi. Sedangkan kontraindikasi relative yakni pada pasien Diabetes Insipidus, Hipotensi, Multiple Mieloma, Diabetes Melitus, Gagal Ginjal, Kadar Kreatinin >4mg%.

Adapun cara pemeriksaan IVP yakni : Pertama lakukan FPA pada pasien. Kemudian pasang infuse dan suntikkan kontras. Kemudian lakukan pengambilan foto pada menit ke 5, 15, 30 atau 45 dan post miksi.




a.       Pada fase nefrogram (foto pada menit ke 5) kita nilai fungsi ekskresi ginjal, kontur ginjal dan system PCS nya. Normalnya kontras akan Nampak mengisi PCS sehingga Nampak gambaran radioopaq (putih) dan tidak didapatkan ekstravasasi kontras ke jaringan sekitar yang menunjukkan adanya ruptur ginjal.




b.      Pada fase pielogram (foto pada menit ke 15) kontras akan mengisi PCS dan ureter sehingga ureter tampak radioopaq (putih). Jika terdapat batu pada ureter radioopaq ataupun radioluscent, maka akan Nampak kontras yang tidak mengalir dan kemudian papillae renalis nampai cubbing (berbentuk seperti mangkok). Hal ini menunjukkan telah terjadi hidronefrosis.




c.       Pada pemotretan menit ke 30 atau 45 IVP telah memasuki fase sistogram. Pada saat ini kontras telah mengisi Vesica Urinaria sehingga VU Nampak putih. VU kita nilai dindingnya apakah permukaannya rata (Normal) atau bergelombang (Sistitis/ Radang VU), adakah filling defect yang Nampak sebagai area radioluscent saat VU terisi kontras (menunjukkan  adanya batu radioluscent jika filling defect permukaan nya licin dan ikut bergerak saat berpindah posisi, atau adanya  tumor atau massa pada dinding VU jika filling defect permukaannya tidak rata dan tidak ikut bergerak jika berpindah posisi), indentasi, additional shadow (menunjukkan adanya batu/ massa), dan ekstravasasi kontras  yang menunjukkan adanya ruptur VU (ruptur VU intraperitoneal : kontras masuk ke cavum peritoneum dan mengalir mengikuti kontur usus, menyebar ke sulcus paracolica, mengumpul di daerah subfrenik dextra, subhepatika, inframesokolika dextra-sinistra. Karena urin mengikuti kontur usus maka akan nampak gambaran berbentuk seperti lengkung2 usus halus, sedangkan pada ruptur VU ekstraperitoneal akan terjadi ekstravasasi kontras ke jaringan lunak sekitar shg nampak seperti bulu di daerah retropubicum kemudian menyebar ke dinding anterior abdomen dan mengalir ke arah paha, dapat juga mengumpul di jaringan lemak anterior m.psoas dan naik secara retrograd ke sampai setinggi ginjal.




d.      Fase Post miksi yakni pemotretan yang dilakukan setelah pasien disuruh berkemih (kencing). Hal ini dilakukan untuk menilai fungsi pengosongan VU. Apakah terdapat kelainan dalam fungsi pengosongan VU yang menunjukkan adanya batu, BPH dll. Pada kasus injury diaphragma UG kontras akan masuk ke scrotum.

e.      Apabila sampai menit ke 120 tidak Nampak adanya eskkresi kontras, maka diagnosis pasien adalah “Non Visualized Kidney”. Kemudian bisa dilakukan RPG dan jika RPG tetap gagal, bisa dilakukan APG.

3.       Retrograd Pielografi (RPG)
Pemeriksaan dengan memasukkan alat melalui OUE sampai ke pelvis renalis lalu dimasukkan kontras untuk menilai keadaan ureter, VU dan fungsi pengosongan nya.

4.       Antegrad Pielografi (APG)
Pemeriksaan dengan langsung memasukkan kontras ke pelvis renalis melalui dinding abdomen.
5.       Sistografi



Pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai Vesica Urinaria. Dapat merupakan lanjutan dari IVP atau dengan memasukkan kontras ke VU secara anterograd (kontras dimasukkan langsung dari VU) maupun retrograde (dimasukkan alat melalui OUE sampai ke VU lalu dimasukkan kontras). Penilaian terhadap hasilnya sama dengan penilaian pada VU.

6.       Retrograd Uretrosistografi
Dengan memasukkan kontras iodium melalui OUE untuk memeriksa keadaan VU dan urethra. Jika terdapat striktura uretra akan Nampak adanya penyempitan lumen urethra dan elongasi. Pada kasus rupture urethra komplit (gejala : tidak keluarnya urin)  akan didapatkan media kontras yang terhalang untuk mengisi VU. Kemudian kontras akan mengumpul di spatium retropubikum, jaringan paraprostatika, dan spatium retroprostatikum.



7.       Miksi Uretrosistografi
Dengan memasukkan kontras iodium langsung ke VU melalui dinding depan abdomen. Hal ini bertujuan untuk menilai VU dan urethra. Setelah di suntikkan kontras pasien disuruh untuk berkemih dan dinilai juga fungsi pengosongan VU nya. Jika terdapat gangguan dalam pengosongan VU  dapat terjadi refluks vesicoureter.

8.       Bipoler Uretrosistografi
Merupakan pemeriksaan untuk menilai  VU dan urethra. Pemeriksaan ini merupakan gabungan dari miksi uretrosistografi dan retrograde uretrosistografi yakni kontras dimasukkan secara langsung baik dari VU maupun melalui OUE. Hal ini dapat menilai letak dan panjang striktura urethra yang terjadi.

9.       USG



Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) juga merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang cukup banyak dilakukan pada kasus di bidang urologi. USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang radiologis yang relative aman, karena USG tidak menggunakan sinar radioaktif untuk sarana imaging nya, namun menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi / ultrasonic (1-10MHz). Selain itu, pemeriksaan USG juga memiliki beberapa kelebihan, antara lain : lebih cepat, tidak perlu persiapan khusus (hanya saja pasien diminta untuk banyak minum dan menahan BAK sehingga VU terdistensi), aman, non invasive dan tidak sakit, fleksibel dan relative lebih murah. Selain itu, USG juga memiliki kelemahan, antara lain : kesulitan pada orang gemuk karena jaringan lemak yang tebal menyebabkan bias pada imaging, USG tidak dapat mencitrakan organ yang berisi udara dan organ yang tertutupi oleh tulang di depannya, USG tidak dapat menilai fungsi suatu organ, Operator dependen (bergantung pada kemampuan dari operator USG itu sendiri), pada luka / infeksi dapat menimbulkan rasa sakit.



Organ ginjal jika dilakukan pemeriksaan USG normalnya akan berbentuk seperti biji kopi, berukura aksis 8-12cm, gambaran parenkim ginjal lebih hipoekoik (gelap) dibanding hepar atau lien, sedangkan pada bagian medulla akan Nampak lebih hipoekoik dibanding bagian korteks, dan sinus nya akna Nampak lebih hipoekoik. Pada kasus hidronefrosis akibat batu akan Nampak  adanya gambaran pelebaran dari PCS yang gelap karena terisi cairan (urin). Sedangkan pada pasien dengan kasus Nefrolitiasis (Batu Ginjal) apabila dilakukan pemeriksaan USG akan Nampak gambaran hiperekoik (putih) dengan acustic shadow yang biasanya disertai dengan hidronefrosis.



Selain itu, USG juga dapat digunakan untuk menampilkan ada tidaknya cairan perivesical abnormal yang Nampak sebagai area anekoik yang terdapat di Morrison pouch (antara ginjal kanan dan hepar), recessus splenorenal (antara ginjal kiri dan lien) atau di suprapubica

Pada trauma ginjal dengan hematom subkapsuler  jika dilakukan pemeriksaan USG akan Nampak adanya gambaran hipoekoik. Sedangkan pada laserasi ginjal jika dilakukan USG akan ampak adanya gambaran diskontinuitas parenkim berupa garis pita2.  




10.   Computed Tomografi – Scan (CT-Scan)
CT-Scan merupakan salah satu alat penunjang radiologis yang sensitive untuk menilai adanya kelainan pada traktus urogenitalia terutama pada rupture organ yang melibatkan organ disekitarnya. Persiapan sebelum melakukan CT-Scan sama dengan persiapan pada FPA. Keunggulan lainnya yakni CT-Scan dapat mendeteksi organ sekitar dan juga dapat mencitrakan gas dan tulang. Namun kelemahan dari CT-Scan ini ia menggunakan sinar sehingga dapat memicu adanya radiasi dan juga harganya yang masih relative mahal.




CT-Scan merupakan Gold Standard dari kasus Trauma Ginjal,  hal ini dikarenakan dengan menggunakan CT-Scan  dapat memberikan gambaran trauma secara lebih akurat baik dari sisi ukuran laserasi, lokasi dan hubungan dengan organ sekitar. Pada kasus Kontusio ginjal akan nampak adanya gambaran sedikit enhancement pada pemberian kontras dibanding dengan daerah normal.  Pada kasus hematom didapatkan adanya gambaran hipodens dan lokasinya bisa pada intrarenal, subkapsuler, perirenal dan pararenal. Pada kasus laserasi ginjal akan nampak diskontinuitas jaringan ginjal. Sedangkan pada kasus infark ginjal, area yang mengalami infark akan nampak berbentuk seperti kapak akibat terjadinya nekrosis parenkim.

 

Sumber :
Pemeriksaan Radiologi Traktus Urinarius, dr. Titik Yuliastuti, Sp.Rad.
Imaging Trauma Traktus Urinarius, dr. Bambang Satoto, Sp.Rad(K).

 

Selasa, 13 Agustus 2013

Batu Saluran Kemih


 Batu Saluran Kemih (BSK) merupakan penyakit kronis yang sudah diderita manusia sejak zaman dahulu kala. Insidensi penyakit BSK ini menempati urutan ke-3 pada penyakit di bidang Urologi. Berdasarkan letaknya, BSK dibagi menjadi 3, yakni : Batu Ginjal (Nefrolitiasis), Batu Ureter (Ureterolitiasis) dan Batu Buli-buli / Batu Kandung Kemih (Vesicolitiasis). Dari analisis batu di Semarang didapatkan paling banyak adalah jenis batu Calcium oksalat (56,3%), Ca Phospat (9,2%), batu struvit (12,5%), batu urat (5,5%) dan sisanya campuran.





   Masing-masing lokasi BSK menunjukkan gejala yang khas. Pada batu ginjal (nefrolitiasis) biasanya pasien mengeluhkan adanya rasa kram, nyeri pinggang dan pada pemeriksaan biasanya didapatkan nyeri ketok costovertebra. Sedangkan jika letak batu sudah berada pada ureter, biasanya pasien akan mengeluhkan adanya gejala nyeri pinggang yang hilang timbul. Hilang timbulnya ini akibat adanya gerakan peristaltic dari ureter itu sendiri, sehingga ketika ureter tersebut mengalami kontraksi dan kebetulan terdapat batu disana maka akan menyebabkan regangan dan perlukaan dinding ureter sehingga timbulah nyeri. Nyeri yang dirasakan biasanya juga menjalar hingga ke daerah kemaluan dan scrotum.  Sedangkan ketika batu telah sampai pada bagian kandung kemih (vesica urinaria / VU/ buli-buli), pasien akan mengeluhkan adanya gejala nyeri pada daerah bawah pusar (suprapubis) yang muncul biasanya setelah Buang Air Kecil (BAK), dan BAK yang sering tiba-tiba berhenti kemudian kencing menjadi lancar ketika berubah posisi. Hal ini disebabkan karena adanya batu pada kandung kemih menutupi saluran kemih (uretra) dan ketika berpindah posisi, maka batu itupun juga akan ikut berpindah posisi dan tempat sehingga saat itu lubang uretra (ostium urethra internum) kembali terbuka dan mengalirkan urin.
  Pastilah menjadi sebuah pertanyaan bagaimana bisa terdapat batu dalam saluran kemih ? Bagaimana proses terjadinya ? Berikut penjelasannya.
a.      Teori Supersaturasi/ Kristalisasi
Urin memiliki kemampuan melarutkan lebih banyak zat yg terlarut bila dibandingkan air biasa. Campuran ion aktif dalam urin dapat menimbulkan interaksi sehingga mempengaruhi kelarutan elemen2 urin. Dg adanya molekul2 zat organic (urea, asam urat, sitrat) juga akan mempengaruhi kelarutan zat2 lain. Bila konsentrasi zat2 yg relative tdk larut dlm urin (Ca, oksalat, fosfat) ↑ -> akan terbentuk kristalisasi (batu) zat tsb



b.      Teori Nukleasi/ adanya nidus
Nidus/ Nukleus yg terbentuk akan mjd inti presipitasi yg kemudian tjd. Zat / keadaan yg bersifat mjd nidus adl ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel / pus, bakteri, jaringan nekrotik iskemi yg berasal dr neoplasma atau infeksi dan benda asing
c.       Teori Tidak Adanya Inhibitor
Supersaturasi Ca, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh adanya inhibitor kristalisasi. Hal ini yg dapat menjelaskan mengapa pd sebagian individu tjd pembentukan batu, sedangkan pd individu lain tidak, meskipun sama2 terjadi supersaturasi. Ternyata pd pasien BSK, tdk terdapat zat yg bersifat sbg inhibitor dlm pembentukan batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat diketahui dapat menghambat nukleasi spontan Kristal Ca. Beberapa jenis glikosaminoglikans (Chondroitin sulfat) dpt menghambat pertumbuhan Kristal Ca yg telah ada.Zat lain yg punya peran inhibitor : asam ribonukleat, asam amino terutama alanin, sulfat, flourida dan seng.
d.      Teori Epitaksi
Epitaksi adl peristiwa pengendapan suatu Kristal di atas permukaan Kristal lain. Bila supersaturasi urin oleh asam urat telah tjd misal krn dehidrasi / masukan purin ↑ -> konsentrasi asam urat ↑ -> terjadi pembentukan Kristal asam urat. Bila pada pasien ini terjadi ↑ masukan kalsium dan oksalat -> terbentuk Kristal kalsium oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan Kristal asam urat -> tdk jarang ditemukan BSK yg intinya asam urat yg dilapisi oleh kalsium oksalat pd bagian luar
e.      Teori Kombinasi
Teori ini merupakan gabungan dr berbagai teori diatas. (1) Fungsi ginjal harus cukup baik utk dapat mengekskresi zat yg dapat membentuk Kristal scr berlebih. (2) ginjal hrs dpt menghasilkan urin dg pH yg sesuai utk kristalisasi. Dr ke2 hal tsb, disimpulkan bhw ginjal harus mampu melakukan ekskresi zat secara berlebihan dan pH urin yg sesuai shg tjd presipitasi zat tsb. (3) urin hrs tdk mengandung sebagian/ seluruh inhibitor kristalisasi. (4) Kristal yg telah terbentuk harus berada cukup lama dlm urin, utk dpt slg beragregasi membentuk nucleus yg selanjutny akan mengganggu aliran urin. Statis urin memegang peranan penting dalam pembentukan BSK, shg nucleus yg terbentuk bisa tumbuh.



f.        Teori Matriks
Di dalam air kemih terdapat  protein yang berasal dari pemecahan mitokondria sel tubulus renalis yang berbentuk anyaman  seperti sarang laba-laba. Kristal batu Ca Oksalat maupun Ca Fosfat akan menempel pada anyaman tersebut dan berada  di sela-sela anyaman sehingga menimbulkan batu.
g.      Teori Infeksi
                    i.      Teori Infeksi Nanobakteria
Pada penelitian dilaporkan 90% penderita batu Calcium saluran kemih mengandung nano-bakteria. Nano-bakteria merupakan bakteri terkecil yang berukuran  diameter 50-200 nanometer (nm) yang hidup di dalam darah, ginjal, dan urin. Dinding luar sel bakteri ini akan mengeras membentuk cangkan kalsium (karbonat apatit).  Kristal karbonat apatit ini akan mengadakan agregasi dan membentuk inti batu. Kemudian Kristal kalsium oksalat akan menempel di situ sehingga makin lama makin besar.
                  ii.      Teori Infeksi Oxalobacter
Di dalam usus manusia terdapat bakteri pamakan oksalat sebagai bahan energi  yakni Oxalobacter formigenes & Eubacterium lentrum. Pada penelitian didapatkan hasil 70% penderita batu kalsium oksalat tidak mempunyai bakteri ini. Apabila jumlah bakteri berkurang maka terjadi hiperoksaluria yang memudahkan timbulnya batu kalsium oksalat.  
                iii.      Teori Pembentukan Batu Struvit
Batu Struvit (MgNH4PO46H2O) dapat timbul dipengaruhi oleh pH urin >7,2 dan terdapatnya ammonia dalam urin. Hal ini dapat terjadi pada infeksi bakteri pemecah urea (urea splitting bacteria). Bakteri penghasil urease antara lain golongan proteus, klebsiella, providensia, pseudomonas, staphylococcus, micrococcus, corynebacterium dan mikoplasma. Urease yang terbentuk akan  menghidrolisis urea menjadi karbondioksida dan ammonium  dengan reaksi seperti berikut sehingga timbul batu struvit :
                                                   urease
            NH4-CO-NH4 + H2O ------------------> 2NH4 + H2O
                        NH4 + H2O   ------------------> NH4+ + OH-
                        CO2 + H2O   ------------------> H2CO3
NH4+ + Mg2+ + PO43- + 6H2O ----------------> MgNH4PO46H2O

h.      Teori Vaskular, meliputi :
                    i.      Teori Hipertensi
Pada penderita hipertensi ternyata didapatkan 83% mengalami perkapuran ginjal. Hal ini disebabkan aliran darah dari papilla ginjal berbelok 1800 dan aliran darah berubah dari aliran laminar menjadi aliran turbulensi (mengalami turbulensi akibat tekanan darah yang tinggi). Aliran turbulensi ini akan menyebabkan terjadinya pengendapan ion-ion Calcium di papilla renalis sehingga membentuk Randall’s plaque yang dapat berubah menjadi inti batu.
                  ii.      Teori Hiperkolesterolemia
Pada penelitian yang dilakukan pada batu yang diambil dari operasi ternyata batu tersebut memiliki kandungan kolesterol bebas 0,058-2,258 dan kolesterol ester  0,012-0,777 µg/mg batu. Adanya kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah (hiperkolesterolemia) akan ikut disekresi oleh glomerulus ginjal dan tercampur urin. Adanya butiran kolesterol  akan merangsang agregasi  dengan Kristal Calsium oksalat dan Calsium Phospat  sehingga terbentuk batu.



Dari begitu banyak teori yang menjelaskan proses pembentukan batu saluran kemih, dapat kita ketahui juga ada beberapa factor lifestyle yang mempengaruhi timbulnya batu saluran kemih, antara lain :
1.      Pada penelitian, Orang-orang yang pekerjaannya banyak duduk dan kurang bergerak lebih sering terkena BSK dibanding orang-orang yang pekerjaannya banyak bergerak / aktivitas.
2.      Orang-orang yang menderita stress jiwanya dalam jangka lama dapat menaikkan kemungkinan terjadinya BSK. Hal ini disebabkan karena pada orang yang mengalami stress dapat mengalami hipertensi, imunitas tubuh yang rendah dan kekacauan metabolisme.
3.      Pada penelitian kasus batu kalsium oksalat didapatkan 59,2% terkena kegemukan.  Hal ini disebabkan oleh karena orang yang gemuk pH urinnya cenderung asam, kadar asam urat, oksalat dan kalsium cenderung tinggi.
4.      Kebiasaan menahan kencing dapat menimbulkan BSK. Hal ini disebabkan oleh karena ketika menahan kencing akan menimbulkan stasis urin  yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). Pada ISK yang disebabkan oleh kuman pemecah urea, sangat mudah menimbulkan terbentuknya batu struvit.  Selain itu, dengan adanya stasis urin dapat terjadi pengendapan Kristal.
5.      Konsumsi makanan tinggi kalsium, oksalat, dan urat  dapat menimbulkan kadar kalsium, oksalat & urat dalam urin meningkat. Sehingga dapat menimbulkan BSK.
6.      Minum air 2-2,5 liter air/hari atau 250ml air tiap 4 jam + 250 ml air tiap setelah makan dapat mencegah terjadinya supersaturasi dan timbulnya krsitalisasi BSK.
7.      Konsumsi jus apel, tomat & anggur dapat meningkatkan resiko BSK 28-44%. Sedangkan konsumsi cola meningkatkan resiko BSK 6%.
8.      Konsumsi susu, kopi & teh dapat menurunkan resiko BSK 8-14%. Sedangkan pada konsumsi jus jeruk  dapat menurunkan resiko BSK 6%.
9.      Konsumsi protein berlebih dapat meningkatkan resiko BSK. Hal ini disebabkan oleh protein hewan menyebabkan pH urin menjadi asam. Pada kondisi asam, reabsorbsi kalsium dalam tubulus berkurang sehingga timbul kadar kalsium urin meningkat (hiperkalsiuria). Selain itu, protein hewani berlebihan akan menimbulkan kadar sitrat urin berkurang, kadar asam urat dalam darah dan urin meningkat. Pada kondisi asam ini sangat mungkin terjadi batu kalsium oksalat. Disamping itu juga konsumsi protein hewani berlebihan dapat menimbulkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah dan menyebabkan hipertensi. Sedangkan protein nabati (berasal dari tumbuhan) tidak menurunkan pH urin dan menaikkan kadar kalsium urin.



10.  Konsumsi lemak berlebih akan meningkatkan kadar oksalat urin sehingga memudahkan timbulnya batu oksalat. Lemak dalam makanan akan mengikat kalsium bebas di lumen usus dan lemak mengandung asam arachidonat. Hal ini menyebabkan penyerapan oksalat meningkat sehingga kadar oksalat urin meningkat (hiperoksaluria). Selain itu juga dapat meningkatkan kadar kolesterol.  
11.  Konsumsi sayuran menyebabkan pH urin naik  sehingga menghindari timbulnya batu kalsium oksalat. Selain itu, sayuran mengandung banyak serat, sehingga penyerapan kalsium dalam usus berkurang sehingga kadar kalsium urin pun juga akan berkurang.



12.  Buah yang mengandung sitrat (jeruk nipis, jeruk lemon) dapat berperan mencegah timbulnya batu saluran kemih karena sitrat merupakan inhibitor batu paling kuat.
13.  Orang yang diet tinggi serat  memiliki kemungkinan yang lebih kecil terkena BSK dibanding dengan orang yang diet rendah serat. Serat akan mengikat kalsium di lumen usus sehingga penyerapannya berkurang. Selain itu, serat akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus sehingga lebih sering defekasi dengan akibat penyerapan bahan pembentuk batu berkurang dan serat akan mengubah suasana dalam lumen usus sehingga daya serap kalsium berkurang. Selain itu, konsumsi tinggi serat dapat menurunkan kadar kalsium, menaikkan volume dan pH urin.
14.  Konsumsi suplemen vitamin C dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan terbentuknya batu oksalat. Vitamin C akan diubah menjadi oksalat oleh tubuh (35% dari oksalat endogen).
15.  Konsumsi suplemen yang mengandung Kalsium dosis tinggi justru bisa menimbulkan batu kalsium bila dikonsumsi di luar waktu makan. Lebih aman jika dikonsumsi sebelum makan atau setelah makan
16.  Konsumsi Junk Food yang mengandung tinggi lemak dan tinggi protein hewani disertai kadar sayuran atau serat yang sedikit dapat menimbulkan terbentuknya BSK.



17.  Konsumsi ikan laut menurunkan insidensi BSK. Hal ini disebabkan oleh karena ikan laut mengandung zat eicosa pentaenoic acid (EPA) yang dapat mencegah sekresi kalsium dalam urin. Hal ini juga menunjukkan bahwa protein hewani terbaik adalah berasal dari ikan laut.
18.  Penggunaan obat yang mengandung sulfa (sulfametoksazol, sulfaguanidin, dulfadiazin) dalam keadaan dehidrasi dapat mengendap menjadi batu ginjal dan ureter.



19.  Penggunaan antibiotic (Quinolon) jangka lama (>1 minggu) dapat ikut membunuh bakteri pemakan oksalat (Oxalobacter fermigens) dalam usus sehingga kadar oksalat urin meningkat  dan dapat terbentuk batu kalsium oksalat.
20.  Penggunaan obat anti hipertensi yang mengandung triamterene dapat menimbulkan batu triamterene.
21.  Obat AIDS jenis indiavir  dapat  mengendap menjadi batu ginjal.
22.  Penggunaan jamu yang berasal dari tanaman kumis kucing (Orthosiphon), tempuyung dan daun meniran dapat mencegah terbentuknya BSK.

Pemeriksaan Penunjang
i.   Urinalisa
Pd urinalisa dpt ditemukan hematuria, sel pus dan bakteri. Pd pemeriksaan sedimen urin, jenis Kristal yg ditemukan dpt member petunjuk jenis batu. Bila pH urin puasa >7,6 maka dipastikan adanya organism pemecah urea.
j.  Pemeriksaan Radiologi
1.       FPA utk menentukan lokasi, besar, macam batu radioopaq.
2.       USG ginjal merupakan pencitraan yg lebih peka utk mendeteksi batu ginjal dan batu radiolusen drpd FPA.
3.       PIV dilakukan utk mendeteksi batu radiolusen dan utk melihat fungsi ginjal.

Penatalaksanaan
a.      Terapi medis dan simptomatik
Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik yg terjadi menghilang dg simpatolitik. Terutama untuk batu ureter diharapkan dpt keluar dengan sendirinya dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretic. Dg produksi urin yang banyak diharapkan dpt mendorong dan mengeluarkan urin.
b.      Pelarutan
Jenis batu asam urat terjadi pd keadaan pH urin asam, sehingga dg pemberian Natrium bikarbonat disertai makanan alkalis, batu asam urat dapat larut. Lebih baik bila dibantu dg menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin dg bantuan alopurinol.



c.      Litotripsi
Utk batu buli, batu dipecahkan memakai litotriptor mekanik mll sistoskop/ dg gelombang elektrohidrolik/ ultrasonic. Utk batu ureter, digunakan ureteroskop dan batu dpt dihancurkan memakai gelombang ultrasonic, elektrohidrolik atau sinar laser. Utk batu ginjal, litotripsi dilakukan dg bantuan nefroskopi perkutan utk membawa transducer mll sonde ke batu yg ada di ginjal. Disebut dg nefroskopi perkutan.
ESWL (Extracorporal Shock Wave Litotripsi) dapat memecahkan batu tanpa perlukaan di tubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan mll air ke tubuh dan dipusatkan di batu yg akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping2  menjadi bagian <2mm dan keluar bersama urin.
d.      Pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tdk tersedia alat litotriptor, ESWL, atau bila cara non bedah tdk berhasil. Batu ginjal yg terletak di kaliks selain oleh indikasi umum, perlu dilakukan tindakan bedah bila terdapat hidrokaliks. Batu srg harus dikeluarkan mll nefrolitotomiyg tdk gampang krn batu biasanya tersembunyi di kaliks. Batu pelvis yg menyebabkan hidronefrosis, infeksi atau nyeri hebat perlu pembedahan.
Sumber :
Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2, Wim de Jong, EGC.
Purnomo, Basuki B, Dasar – dasar Urologi, edisi 2. Sagung Seto
Batu Saluran Kemih Suatu Problema Gaya Hidup dan Pola Makan Serta Analisis Ekonomi Pada Pengobatannya, Pidato Pengukuhan Diucapkan pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Bedah, FK UNDIP, oleh Rifki Muslim
Pardede, O. Sudung, Partini P. Trihono, Buku ajar Nefrologi Anak, edisi 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).