Akhir2 ini kata herbal medicine/ obat herbal semakin sering kita dengar. Obat herbal ini sendiri sebenarnya sudah dikenal di seluruh dunia, dan bahkan sangat berkembang pesat di negeri Cina. Berbagai jenis tanaman obat pun mulai diketahui memiliki efek atau fungsi yang setara seperti halnya obat kimia buatan pabrik yang kini sudah tersebar. Di Indonesia sendiri sebenarnya kita pun juga sudah mengenalnya sejak dahulu kala. Pada masa kakek nenek kita dahulu sering sekali meminum ramuan untuk tetap menjaga kesehatan mereka. Ramuan itu sering kita sebut dengan jamu. Dimana jamu kini selain dijadikan salah satu pengobatan herbal, juga menjadi salah satu warisan budaya bangsa Indonesia.
Di dalam UUNo.23,Th1992,Tentang Kesehatan dijelaskan bahwa Obat herbal atau Herbal Medicine atau Jamu atau Obat tradisional adalah Bahan atau ramuan bahan berupa tumbuhan ,hewan, mineral, sari, atau campuran yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Jamu Indonesia bahannya berasal dari tanaman obat (herbal) yang secara turun temurun telah digunakan dari generasi ke generasi. Sekitar 30 ribu tanaman obat tumbuh subur di Indonesia. Sementara sekitar 9 ribu diantaranya telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai obat. Namun disayangkan sangat sedikit pemanfaatan jamu berdasarkan kajian ilmiah (evidence based).
Data riskesdas 2010 menunjukkan bahwa hampir separuh yakni 49,53 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas pernah menggunkan jamu. Sekitar 5 persen (4,36 persen) meminum jamu setiap hari. Sedangkan sisanya (45,17 persen) meminum jamu secara kadang-kadang.
Pasar bebas/global seharusnya menjadikan Indonesia sebagai sentra bahan jamu. Namun Indonesia malah menjadi sasaran pasar empuk bagi Negara lain pemasok herbal. Sementara kita hanya puas sebagai pemasok herbal.
Pada dasarnya fungsi obat herbal ini pun sama seperti halnya fungsi obat kimia, yakni untuk mengobati, menekan atau mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas hidup (Quality of Live) dari pasien.
Dimana seperti yang kita ketahui bersama bahwa obat tradisional ini biasanya menggunakan tanaman-tanaman berkhasiat yang terdapat di masyarakat.
Kini obat tradisional pun mulai dilirik kembali oleh para ilmuwan di bidang kesehatan. Mengapa ? karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif kecil jika digunakan secara tepat. Mungkin kini penelitian mendalam tentang khasiat, dosis, efek samping dan toksisitas nya pun mulai banyak diketahui dan di teliti. Namun, banyak bagi para praktisi (dokter, apoteker) yang enggan menggunakan nya.
Maka dari itu, kini pemerintah pun telah menyelenggarakan program scientifikasi jamu. Program ini berusaha meneliti secara ilmiah khasiat dari jamu agar dapat diakui dalam sistem pengobatan modern. Selain itu juga dilakukan pelatihan untuk dokter khusus saintifikasi jamu. Sehingga nanti terdapat dokter medis dan dokter jamu, dimana masyarakat bisa memilih untuk berobat dengan obat medis (generik) atau dengan jamu. Selain itu, kini juga mulai dilakukan pelatihan scientifikasi jamu kepada apoteker. Hal ini dimaksudkan agar apoteker selain bisa meracik obat kimia, juga bisa meracik jamu. Namun keberadaanya kini masih terbatas.
Sebelum obat dapat digunakan secara luas, obat atau kandungan obat ini musti melalui beberapa pengujian.
1. Pangujian Pre Klinik (Preclinical Testing)
Dalam pengujian preklinik, tahapan percobaan dilakukan terhadap hewan, sebelum dicobakan pada manusia. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obat, batas aman obat, dosis obat, toksisitas obat, dan efek samping obat baik efek teratogenik, efek adiksi, efek mutagenik atau efek karsinogenik
2. Pengujian Klinik (Clinical Testing)
Dalam uji klinik, dilakukan penelitian farmakologi obat terhadap manusia untuk mengetahui efektifitas dan tingkat kemanan obat. Dimana uji Pre Klinik ini juga terbagi atas beberapa fase Clinical Testing, yakni :
* Clinical Testing Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat dalma jumlah kecil. Dimana hal ini bertujuan untuk menentukan dosis minimal obat, efek toksisitas obat dan efek farmakokinetik obat
* Clinical Testing Fase II : dilakukan pada sekelompok pasien yang memiliki indikasi. Dimana hal ini bertujuan untuk menentukan khasiat obat, dan adakah efek samping obat
* Clinical Testing Fase III : dilakukan pada penderita dengan jumlah yang lebih besar dan melibatkan sebanyak mungkin pusat layanan kesehatan. Dan biasanya pada tahap ini, menggunakan Double Blind dan Placebo Control.
* Clinical Testing Fase IV : merupakan uji untuk evaluasi setalah obat dipasarkan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek samping yang jarang yang mungkin bisa menimbulkan malapetaka.
Dalam scientifikasi jamu ini, kita membagi menjadi 3 grade, yakni golongan jamu, obat herbal berstandard dan fitofarmaka. Dimana grading ini didasarkan pada sudah/belumnya tanaman tsb dilakukan penelitian.
* Jamu : Golongan jamu disini berarti sbg tanaman yang memiliki khasiat empiris, tradisional dan turun temurun. Standarisasi kandungan kimia belum dipersyaratkan. Aman dikonsumsi sesuai persyaratan.
* Obat Herbal Terstandard : Tanaman yang memiliki khasiat berdasarkan uji farmakologi dan uji toksisitas pd hewan (uji praklinis). Standarisasi kandungan kimia bahan baku penyusun formula.
* Fitofarmaka : Khasiat berdasarkan uji farmakologi dan uji toksisitas pada hewan dan lolos uji klinis pada manusia. Dan aman bila dikonsumsi
Untuk saat ini, obat herbal masih digunakan hanya sebatas obat pendukung dan bukan sebagai obat yang bersifat kuratif.
Pada dokter yang telah melakukan pelatihan scientifikasi jamu, nantinya dokter tersebut dapat menggunakan resp berupa obat kimia, jamu maupun dikombinasi. Hal ini diperbolehkan karena memang dokter tersebut telah tersertifikasi dan dianggap mengetahui tentang jamu dan dapat mempertanggung jawabkan apa yang telah ia berikan kepada pasien. Jadi misalkan dokter tersebut mendapat seorang pasien tifus. Maka dokter tersebut dapat memberikan pasien tersebut
R/ Kloramfenikol
R/ Meniran
Dimana kloramfenikol disini bertujuan untuk membunuh kuman tifus yang ada pada pasien. dan meniran disini bertujuan sebagai imunomodulator, yakni untuk meningkatkan imunitas dari pasien tersebut.
Sumber :
Adab / Etika Meneliti pada Hewan dan Manusia, dr. Masyhudi AM, M.Kes
Pemakaian Obat Herbal dalam Pengobatan Modern, dr. Noor Wijayahadi, M.Kes, Ph.D.
Obat Radang Tenggorokan
BalasHapusObat Radang Empedu
Obat Radang Mata
Obat Radang Paru-paru
Obat Radang Tulang
Obat Radang Telinga Anak
Obat Radang Panggul Ibu Hamil
Obat Radang Prostat
Obat Radang Rahim
Obat Radang Telinga