Di dalam system urogenitalia terdapat cukup banyak peran Radiologi untuk
menegakkan kasus di dalamnya. Adapun macam pemeriksaan Radiologi yang biasa
dilakukan pada pasien dengan kasus urologi antara lain :
1. Foto Polos Abdomen (FPA)
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen (FPA) pada kasus urogenitalia bertujuan untuk melihat adanya batu radioopaq yang akan terlihat putih karena densitas batu lebih tinggi daripada jaringan di sekitarnya. Gambaran adanya batu radioopaq ini menunjukkan adanya batu kalsium oksalat atau batu kalsium fosfat. Sedangkan batu urat jika dilakukan FPA akan Nampak sebagai batu radioluscent. Untuk melakukan FPA perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu, yakni pasien dipuasakan minimal 8 jam untuk mengosongkan isi perut (diberi pencahar bila perlu) sehingga faeces yang ada di dalam usus tidak menjadi pengganggu dalam imaging. Foto dilakukan saat pasien ekspirasi sehingga posisi ginjal sejajar dengan film.
Yang
dapat dinilai dari hasil FPA adalah Ginjal.
Ginjal kita nilai bentuk, letak, ukuran
dan posisi. Normalnya ginjal berbentuk seperti kacang permukaannya licin
dan terletak di bagian lumbal setinggi VL 2. Selain itu juga bisa dilihat
apakah terdapat gambaran batu radioopaq
baik pada ginjal, ureter maupun Vesica Urinaria (VU). Adapun gambaran batu besar yang terdapat dalam PCS
dan berbentuk seperti tanduk rusa yang disebut staghorn. Selain itu juga dapat dinilai adakah kelainan congenital (aplasia ginjal, Ginjal ektopik, Horshoe Kidney,
Agenesis Ginjal) ataupun tumor/
massa pada organ urologi. (Ginjal polikistik, ginjal multikistik)
2. Intra Venous Pielografi (IVP) /
Ureterografi Intra Vena
Pemeriksaan
IVP atau UIV membutuhkan persiapan yang
sama seperti pada pemeriksaan FPA. Pemeriksaan IVP sejatinya hampir sama
dengan pemeriksaan FPA, namun yang membedakan adalah pemeriksaan IVP dilakukan menggunakan kontras berupa Iodine dan
dilakukan foto secara berulang kali pada menit ke 5, 15, 30 atau 45 dan post
miksi. Pemberian kontras dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah. Adapun
dosis kontras yang diberikan adalah 1 cc/kgBB pada pasien dengan kadar Kreatinin <1,6mg% dan 2 cc/ kgBB pada pasien dengan kadar kreatinin 1,6-3mg%. Pada pasien dengan kadar kreatinin diatas 3mg% tidak boleh
dilakukan IVP sehingga perlu dipilihkan sarana penunjang radiologis yang
lain yakni USG dan FPA,Oleh karena itu, IVP lebih peka dan perlu persiapan
yang lebih daripada FPA. Pemeriksaan IVP ini bertujuan untuk melihat fungsi ekskresi (ginjal), melihat
anatomi tractus urogenitalia, dan mencari adakah kelainan pada trctus
urogenitalia.
IVP
dilakukan atas indikasi : infeksi tractus
urogenitalia, tumor tractus urogenitalia, trauma pada daerah abdomen (lumbal
dan suprapubis), batu pada tractus urogenitalia, serta mencari kausa kolik
abdomen. Adapun kontraindikasi
Absolut IVP yakni pada pasien Alergi.
Sedangkan kontraindikasi relative
yakni pada pasien Diabetes Insipidus,
Hipotensi, Multiple Mieloma, Diabetes Melitus, Gagal Ginjal, Kadar Kreatinin
>4mg%.
Adapun
cara pemeriksaan IVP yakni : Pertama
lakukan FPA pada pasien. Kemudian
pasang infuse dan suntikkan kontras. Kemudian
lakukan pengambilan foto pada menit ke
5, 15, 30 atau 45 dan post miksi.
a. Pada
fase nefrogram (foto pada menit ke 5) kita
nilai fungsi ekskresi ginjal, kontur
ginjal dan system PCS nya. Normalnya kontras
akan Nampak mengisi PCS sehingga Nampak gambaran radioopaq (putih) dan tidak didapatkan ekstravasasi kontras ke jaringan
sekitar yang menunjukkan adanya ruptur
ginjal.
b. Pada
fase pielogram (foto pada menit ke 15)
kontras akan mengisi PCS dan ureter sehingga
ureter tampak radioopaq (putih). Jika
terdapat batu pada ureter radioopaq
ataupun radioluscent, maka akan Nampak kontras
yang tidak mengalir dan kemudian papillae renalis nampai cubbing (berbentuk
seperti mangkok). Hal ini menunjukkan telah terjadi hidronefrosis.
c. Pada pemotretan menit ke 30 atau 45 IVP telah
memasuki fase sistogram. Pada saat
ini kontras telah mengisi Vesica Urinaria sehingga VU Nampak putih. VU kita nilai dindingnya
apakah permukaannya rata (Normal) atau bergelombang (Sistitis/ Radang VU),
adakah filling defect yang Nampak sebagai area radioluscent saat VU terisi
kontras (menunjukkan adanya batu radioluscent jika filling defect
permukaan nya licin dan ikut bergerak saat berpindah posisi, atau adanya tumor atau massa pada dinding VU jika filling
defect permukaannya tidak rata dan tidak ikut bergerak jika berpindah posisi),
indentasi, additional shadow (menunjukkan adanya batu/ massa), dan ekstravasasi kontras yang menunjukkan adanya ruptur VU (ruptur VU intraperitoneal : kontras masuk ke cavum
peritoneum dan mengalir mengikuti kontur usus, menyebar ke sulcus paracolica,
mengumpul di daerah subfrenik dextra, subhepatika, inframesokolika
dextra-sinistra. Karena urin mengikuti
kontur usus maka akan nampak gambaran berbentuk seperti lengkung2 usus halus,
sedangkan pada ruptur VU ekstraperitoneal akan terjadi ekstravasasi kontras ke
jaringan lunak sekitar shg nampak seperti bulu di daerah retropubicum
kemudian menyebar ke dinding anterior abdomen dan mengalir ke arah paha, dapat
juga mengumpul di jaringan lemak anterior m.psoas dan naik secara retrograd ke
sampai setinggi ginjal.
d. Fase Post miksi yakni pemotretan yang dilakukan setelah pasien
disuruh berkemih (kencing). Hal ini dilakukan untuk menilai fungsi pengosongan VU. Apakah terdapat kelainan dalam fungsi pengosongan VU yang
menunjukkan adanya batu, BPH dll. Pada kasus injury diaphragma UG kontras akan masuk ke scrotum.
e. Apabila sampai menit ke 120 tidak Nampak
adanya eskkresi kontras, maka diagnosis pasien adalah “Non Visualized Kidney”.
Kemudian bisa dilakukan RPG dan jika RPG tetap gagal, bisa dilakukan APG.
3. Retrograd Pielografi (RPG)
Pemeriksaan
dengan memasukkan alat melalui OUE sampai ke pelvis renalis lalu dimasukkan
kontras untuk menilai keadaan ureter, VU dan fungsi pengosongan nya.
4. Antegrad Pielografi (APG)
Pemeriksaan
dengan langsung memasukkan kontras ke pelvis renalis melalui dinding abdomen.
5. Sistografi
Pemeriksaan
yang dilakukan untuk menilai Vesica
Urinaria. Dapat merupakan lanjutan
dari IVP atau dengan memasukkan kontras ke VU secara anterograd (kontras
dimasukkan langsung dari VU) maupun retrograde (dimasukkan alat melalui OUE
sampai ke VU lalu dimasukkan kontras). Penilaian terhadap hasilnya sama dengan
penilaian pada VU.
6. Retrograd Uretrosistografi
Dengan
memasukkan kontras iodium melalui OUE untuk memeriksa keadaan VU dan urethra.
Jika terdapat striktura uretra
akan Nampak adanya penyempitan lumen
urethra dan elongasi. Pada kasus rupture
urethra komplit (gejala : tidak keluarnya urin) akan didapatkan media kontras yang terhalang untuk mengisi VU. Kemudian kontras
akan mengumpul di spatium retropubikum, jaringan paraprostatika, dan spatium
retroprostatikum.
7. Miksi Uretrosistografi
Dengan
memasukkan kontras iodium langsung ke VU
melalui dinding depan abdomen. Hal ini bertujuan untuk menilai VU dan urethra.
Setelah di suntikkan kontras pasien disuruh untuk berkemih dan dinilai juga
fungsi pengosongan VU nya. Jika terdapat gangguan dalam pengosongan VU dapat terjadi refluks vesicoureter.
8. Bipoler Uretrosistografi
Merupakan
pemeriksaan untuk menilai VU dan urethra. Pemeriksaan ini merupakan
gabungan dari miksi uretrosistografi dan
retrograde uretrosistografi yakni
kontras dimasukkan secara langsung baik dari VU maupun melalui OUE. Hal ini
dapat menilai letak dan panjang striktura urethra yang terjadi.
9. USG
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) juga merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang cukup banyak dilakukan pada kasus di bidang urologi. USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang radiologis yang relative aman, karena USG tidak menggunakan sinar radioaktif untuk sarana imaging nya, namun menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi / ultrasonic (1-10MHz). Selain itu, pemeriksaan USG juga memiliki beberapa kelebihan, antara lain : lebih cepat, tidak perlu persiapan khusus (hanya saja pasien diminta untuk banyak minum dan menahan BAK sehingga VU terdistensi), aman, non invasive dan tidak sakit, fleksibel dan relative lebih murah. Selain itu, USG juga memiliki kelemahan, antara lain : kesulitan pada orang gemuk karena jaringan lemak yang tebal menyebabkan bias pada imaging, USG tidak dapat mencitrakan organ yang berisi udara dan organ yang tertutupi oleh tulang di depannya, USG tidak dapat menilai fungsi suatu organ, Operator dependen (bergantung pada kemampuan dari operator USG itu sendiri), pada luka / infeksi dapat menimbulkan rasa sakit.
Organ
ginjal jika dilakukan pemeriksaan USG normalnya
akan berbentuk seperti biji kopi,
berukura aksis 8-12cm, gambaran parenkim ginjal lebih hipoekoik (gelap)
dibanding hepar atau lien, sedangkan pada bagian medulla akan Nampak lebih
hipoekoik dibanding bagian korteks, dan sinus nya akna Nampak lebih hipoekoik. Pada
kasus hidronefrosis akibat batu akan
Nampak adanya gambaran pelebaran dari PCS yang gelap
karena terisi cairan (urin). Sedangkan pada pasien dengan kasus Nefrolitiasis (Batu Ginjal) apabila
dilakukan pemeriksaan USG akan Nampak gambaran
hiperekoik (putih) dengan acustic shadow yang biasanya disertai dengan
hidronefrosis.
Selain
itu, USG juga dapat digunakan untuk menampilkan
ada tidaknya cairan perivesical abnormal yang Nampak sebagai area anekoik yang terdapat di Morrison pouch (antara ginjal kanan
dan hepar), recessus splenorenal (antara
ginjal kiri dan lien) atau di
suprapubica
Pada
trauma ginjal dengan hematom subkapsuler
jika dilakukan pemeriksaan USG akan
Nampak adanya gambaran hipoekoik.
Sedangkan pada laserasi ginjal jika
dilakukan USG akan ampak adanya gambaran diskontinuitas
parenkim berupa garis pita2.
10. Computed Tomografi – Scan (CT-Scan)
CT-Scan
merupakan salah satu alat penunjang radiologis yang sensitive untuk menilai
adanya kelainan pada traktus urogenitalia terutama pada rupture organ yang
melibatkan organ disekitarnya. Persiapan
sebelum melakukan CT-Scan sama dengan persiapan pada FPA. Keunggulan
lainnya yakni CT-Scan dapat mendeteksi
organ sekitar dan juga dapat mencitrakan gas dan tulang. Namun kelemahan
dari CT-Scan ini ia menggunakan sinar sehingga dapat memicu adanya radiasi dan juga harganya yang masih
relative mahal.
CT-Scan merupakan Gold Standard dari kasus Trauma
Ginjal, hal ini dikarenakan dengan
menggunakan CT-Scan dapat memberikan gambaran trauma secara lebih
akurat baik dari sisi ukuran laserasi, lokasi dan hubungan dengan organ
sekitar. Pada kasus Kontusio ginjal
akan nampak adanya gambaran sedikit
enhancement pada pemberian kontras dibanding dengan daerah normal. Pada kasus hematom didapatkan adanya gambaran hipodens dan lokasinya bisa pada intrarenal, subkapsuler, perirenal dan pararenal. Pada kasus laserasi ginjal akan nampak diskontinuitas jaringan ginjal. Sedangkan
pada kasus infark ginjal, area yang
mengalami infark akan nampak berbentuk
seperti kapak akibat terjadinya
nekrosis parenkim.
Sumber :
Pemeriksaan Radiologi Traktus Urinarius,
dr. Titik Yuliastuti, Sp.Rad.